JAWA KILAT
Mode Gelap
Artikel teks besar

Perbedaan Antara Primbon Jawa, Bali dan Sunda yang Perlu Kamu Ketahui

Perbedaan Antara Primbon Jawa, Bali dan Sunda yang Perlu Kamu Ketahui
Budaya Jawa (Dok. Ist) 


JawaUpdate.com - Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan tradisi dan pengetahuan leluhur. Salah satu warisan budaya yang masih dipercaya hingga sekarang adalah primbon. Meski begitu, ada perbedaan antara primbon Jawa, Bali dan Sunda. 

Agar Kamu lebih memahami keunikannya, yuk simak perbedaan antara Primbon Jawa, Bali, dan Sunda dari berbagai aspek berikut ini.

Perbedaan antara Primbon Jawa, Bali dan Sunda dari Segi Asal Usul 

Primbon Jawa merupakan hasil perpaduan berbagai keyakinan yang pernah hidup di tanah Jawa, mulai dari animisme, pengaruh Hindu-Buddha, hingga Islam. 

Karena itu, ajarannya sarat dengan simbol spiritual yang menjelaskan hubungan manusia dengan alam semesta. Fungsinya cukup luas, seperti mengetahui weton kelahiran, kecocokan pasangan, rezeki, hingga ramalan hidup seseorang.

Sedangkan Primbon Bali, dikenal dengan istilah wariga, berkembang dari ajaran Hindu yang sangat kuat di Bali. Sistem ini menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. 

Aturan-aturan dalam wariga bahkan menjadi pedoman utama dalam pelaksanaan upacara adat dan kegiatan keagamaan di Bali.

Berbeda dari keduanya, Primbon Sunda cenderung lebih sederhana. Tradisi Sunda lebih banyak dipengaruhi kepercayaan lokal serta penghormatan kepada leluhur. 

Hitungan hari dalam budaya Sunda biasanya digunakan sebagai petunjuk perilaku, norma, dan tata cara hidup bermasyarakat, tanpa perhitungan rumit seperti primbon Jawa atau wariga Bali.

Sistem Perhitungan Hari Baik

Salah satu hal paling dikenal dari Primbon Jawa adalah sistem weton, yaitu kombinasi hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) dengan hari dalam satu minggu.

Weton dipercaya menentukan karakter seseorang sekaligus membantu mencari hari baik untuk pernikahan, pindah rumah, atau memulai usaha.

Di Bali, sistem pawukon dan kalender Saka Bali digunakan dalam wariga. Penanggalan ini jauh lebih kompleks karena memiliki banyak siklus waktu yang berjalan bersamaan. 

Penentuan hari baik atau buruk dikenal dengan istilah dewasa ayu dan menjadi acuan penting dalam upacara adat maupun pembangunan rumah.

Sementara itu, Primbon Sunda lebih praktis. Masyarakatnya hanya memilih hari baik berdasarkan adat dan masukan tokoh desa atau sesepuh. 

Meski sederhana, perhitungannya tetap dipandang penting terutama untuk acara besar dalam kehidupan.

Kaitan dengan Spiritualitas

Dalam tradisi Jawa, primbon sering dibarengi praktik spiritual seperti tirakat, puasa mutih, meditasi, atau ritual tertentu. Tujuannya untuk menyelaraskan energi manusia dengan alam gaib dan kekuatan kosmis.

Wariga Bali memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan ritual keagamaan Hindu di Bali. Setiap aktivitas penting, mulai dari kelahiran hingga pembangunan pura pasti mengikuti kalender spiritual agar tetap sejalan dengan kehendak Tuhan.

Pada budaya Sunda, spiritualitas berhubungan dengan penghormatan pada leluhur dan penjaga alam. Tradisi seperti menyiapkan sesajen atau ngalap berkah masih dijalankan di beberapa daerah sebagai bentuk menjaga keseimbangan hidup. 

Peran Primbon dalam Kehidupan Masyarakat

Primbon Jawa sering dijadikan panduan hidup sehari-hari. Bahkan buku primbon kerap diwariskan turun-temurun sebagai pedoman keluarga dalam mengambil keputusan penting.

Di Bali, wariga sudah menjadi bagian dari struktur sosial. Setiap desa biasanya memiliki pemangku atau pendeta adat yang bertugas menafsirkan kalender dan menentukan jadwal pelaksanaan upacara agama.

Di tanah Sunda, penggunaan primbon lebih bersifat pelengkap adat. Contohnya pada komunitas adat seperti Ciptagelar atau Kampung Naga, hitungan hari digunakan untuk menentukan waktu panen atau upacara tertentu.

Cara Pewarisan dan Dokumentasi

Primbon Jawa terdokumentasi dengan sangat lengkap dalam buku dan naskah kuno, hingga kini mudah ditemukan dalam versi cetak maupun digital.

Di Bali, ilmu wariga tersimpan dalam lontar-lontar dan biasanya diwariskan dalam lingkungan spiritual, terutama oleh pendeta atau klan tertentu.

Sementara Primbon Sunda lebih banyak diwariskan secara lisan. Karena itu, pengetahuannya hanya dimiliki kalangan tertentu dan belum terdokumentasikan seluas primbon Jawa atau wariga Bali.

Dari ketiganya, Kamu bisa melihat bahwa primbon bukan sekadar ramalan, melainkan bentuk kearifan lokal yang mencerminkan cara pandang masyarakat Nusantara terhadap waktu, alam, dan kehidupan.

Posting Komentar