JAWA KILAT
Mode Gelap
Artikel teks besar

Pada Masa Demokrasi Liberal Keadaan Pemerintah Tidak Stabil. Hal ini Disebabkan Karena?

Pada Masa Demokrasi Liberal Keadaan Pemerintah Tidak Stabil. Hal ini Disebabkan Karena?
Soal tentang kondisi Indonesia pada masa demokrasi liberal (Dok. Ist) 


JawaUpdate.com - Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, sistem pemerintahan yang digunakan beberapa kali mengalami perubahan. Salah satu periode penting dalam sejarah politik Indonesia adalah Masa Demokrasi Liberal (1950–1959).

Pada masa ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer, di mana kekuasaan eksekutif (perdana menteri dan kabinet) bertanggung jawab langsung kepada parlemen.

Namun, kondisi pemerintahan saat itu tidak berjalan stabil. Sering kali kabinet jatuh sebelum menyelesaikan program kerja yang direncanakan. Lalu, apa penyebab ketidakstabilan tersebut?

1. Banyaknya Partai Politik

Setelah proklamasi, partai politik tumbuh dengan sangat pesat. Ada puluhan partai yang ikut serta dalam perpolitikan nasional. Masing-masing partai memiliki ideologi, kepentingan, dan tujuan politik yang berbeda-beda.

Akibatnya, sulit untuk membentuk koalisi yang solid di parlemen. Jika ada perbedaan sedikit saja, partai-partai bisa menarik dukungan mereka, sehingga kabinet yang sedang berkuasa harus bubar.

2. Kabinet yang Mudah Jatuh

Dalam sistem parlementer, kabinet bisa bertahan jika masih mendapat dukungan mayoritas di parlemen. Tetapi kenyataannya, dukungan tersebut sangat rapuh.

Contohnya, kabinet hanya bisa bertahan rata-rata 1–2 tahun, bahkan ada yang kurang dari setahun. Ketika partai menarik dukungan atau tidak setuju dengan kebijakan tertentu, kabinet langsung jatuh dan sulit berjalan dengan baik.

3. Perbedaan Ideologi yang Tajam

Partai-partai besar seperti PNI, Masyumi, NU, dan PKI memiliki pandangan ideologi yang berbeda-beda. Ada yang nasionalis, ada yang berbasis agama, dan ada pula yang berhaluan kiri.

Perbedaan tajam ini membuat debat politik lebih sering terfokus pada pertentangan ideologi, bukan pada kepentingan rakyat. Akibatnya, keputusan penting sering tertunda atau bahkan tidak tercapai.

4. Konflik Daerah dan Pemberontakan

Selain masalah di pusat, pemerintah juga menghadapi banyak pemberontakan daerah, seperti DI/TII, PRRI/Permesta, dan gerakan separatis lainnya. 

Situasi ini semakin memperburuk stabilitas politik, karena energi pemerintah habis untuk menangani konflik, bukan membangun negara.

5. Tidak Adanya Kepemimpinan yang Kuat

Sistem parlementer membutuhkan figur pemimpin yang bisa menyatukan berbagai kepentingan politik. Namun, pada masa Demokrasi Liberal, tokoh yang benar-benar mampu menyatukan semua pihak sangat jarang.

Akibatnya, kepemimpinan nasional tampak lemah dan mudah digoyahkan oleh tarik-menarik kepentingan partai.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa Demokrasi Liberal keadaan pemerintah tidak stabil karena banyaknya partai politik, rapuhnya koalisi kabinet, perbedaan ideologi yang tajam, konflik daerah, serta lemahnya kepemimpinan nasional.

Kondisi ini akhirnya membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, yang mengakhiri Demokrasi Liberal dan menggantinya dengan Demokrasi Terpimpin.


Posting Komentar