Tradisi Apa Saja di Bulan Suro? Ini Deretan Ritual Penuh Makna di Tanah Jawa
![]() |
Tapa Bisu (Dok. Ist) |
Jawaupdate - Bulan Suro, yang merupakan penanda tahun baru dalam penanggalan Jawa atau bertepatan dengan Muharram dalam kalender Hijriyah, dikenal sebagai bulan yang sarat makna spiritual dan tradisi unik. Banyak masyarakat Jawa memandang bulan ini bukan sekadar pergantian waktu, melainkan juga momen untuk menyucikan diri, mengenang leluhur, dan menjaga harmoni batin.
Tradisi Apa Saja di Bulan Suro?
Lalu, tradisi apa saja di bulan Suro yang masih dilestarikan hingga saat ini? Berikut ini adalah deretan ritual khas yang umumnya digelar masyarakat, terutama di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan sebagian Jawa Timur:
1. Tapa Bisu di Keraton Yogyakarta
Salah satu tradisi paling ikonik di bulan Suro adalah Tapa Bisu Mubeng Beteng yang dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta.
Dalam tradisi ini, para abdi dalem dan masyarakat mengelilingi benteng keraton sejauh sekitar 5 kilometer tanpa berbicara sepatah kata pun, sebagai bentuk perenungan dan introspeksi diri. Peserta juga berpakaian serba hitam dan membawa kemenyan atau bunga.
2. Larung Sesaji
Tradisi larung sesaji atau melarung sesajen ke laut menjadi bentuk penghormatan kepada alam dan makhluk gaib penjaga wilayah.
Di beberapa daerah pesisir seperti Gunung Kidul dan Banyuwangi, tradisi ini dilakukan dengan menghanyutkan sesajen berisi makanan, bunga, dan kain ke laut. Masyarakat percaya ini sebagai bentuk syukur dan permohonan perlindungan.
3. Kirim Doa Leluhur
Sebagai bulan yang dianggap sakral, masyarakat Jawa banyak mengisi malam-malam di bulan Suro dengan tahlilan atau kenduri, mengirim doa kepada arwah leluhur.
Mereka juga mengunjungi makam keluarga untuk membersihkan pusara dan berziarah.
4. Pertunjukan Wayang Kulit
Wayang kulit sering dimainkan dalam rangka menyambut malam 1 Suro, terutama oleh dalang-dalang kenamaan di desa.
Pertunjukan ini tak hanya sebagai hiburan rakyat, tetapi juga menjadi media penyampaian nilai-nilai spiritual dan filosofi Jawa.
5. Jamasan Pusaka
Tradisi jamasan atau mencuci benda pusaka seperti keris, tombak, atau gaman lainnya dipercaya dapat menghilangkan energi negatif.
Kegiatan ini biasanya dilakukan di keraton atau rumah-rumah tokoh adat, dengan prosesi khusus menggunakan air bunga dan wewangian alami.
6. Puasa Suro
Sebagian masyarakat menjalani puasa mutih (hanya makan nasi putih dan air) atau bahkan berpuasa penuh selama beberapa hari pertama bulan Suro.
Tujuannya bukan hanya menahan lapar, tetapi juga membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
7. Ruwatan
Beberapa desa mengadakan ruwatan atau ritual tolak bala untuk membuang sial dan membersihkan kampung dari energi buruk. Ruwatan bisa berupa pertunjukan seni, doa bersama, atau iring-iringan adat.
Pertanyaan "tradisi apa saja di bulan Suro?" membuka kita pada kekayaan budaya Jawa yang penuh makna dan filosofi. Bukan hanya soal mistik atau kesan angker, tetapi lebih pada penghormatan terhadap alam, leluhur, dan diri sendiri. Tradisi-tradisi ini diwariskan lintas generasi sebagai bentuk kebijaksanaan lokal yang tetap hidup di tengah arus modernisasi.