JAWA KILAT
Mode Gelap
Artikel teks besar

TPA Mrican Ponorogo Akan Ditutup Mulai November 2025, Ini Alasannya

TPA Mrican Ponorogo Akan Ditutup Mulai November 2025, Ini Alasannya
TPA Mrican yang akan ditutup mulai tanggal 7 November (Dok. Ist)


JawaUpdate.com - Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Mrican yang berlokasi di Desa Mrican, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, dipastikan akan berhenti beroperasi mulai 7 November 2025. 

Keputusan ini diambil karena kapasitas TPA tersebut sudah tidak mampu menampung volume sampah yang terus meningkat setiap harinya, sementara sistem pengelolaannya masih menggunakan metode pembuangan terbuka atau open dumping.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Ponorogo, Jamus Kunto, mengungkapkan bahwa pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah mengirimkan surat kepada 344 kabupaten/kota di Indonesia, termasuk Ponorogo. 

Dalam surat tersebut, pemerintah meminta daerah-daerah yang masih menerapkan sistem open dumping untuk segera menghentikan operasional TPA-nya.

Menurut Jamus, penutupan TPA Mrican bukan sekadar perintah administratif, tetapi bagian dari upaya nasional untuk memperbaiki tata kelola sampah agar lebih ramah lingkungan. 

“Belum mengarah ke sistem pengelolaan sampah seperti sanitary landfill. Karena itu, kami disanksi untuk tidak lagi membuang sampah ke TPA Mrican mulai 7 November mendatang,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa TPA Mrican seharusnya sudah beralih ke sistem sanitary landfill, yaitu metode pengelolaan sampah yang lebih aman karena mengisolasi sampah dari lingkungan sekitar. 

Namun, karena belum ada fasilitas tersebut, Ponorogo mendapat sanksi berupa larangan membuang sampah ke TPA Mrican mulai November mendatang.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo kini tengah menyiapkan langkah strategis untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya dengan memperkuat pengelolaan sampah dari hulu atau dari sumbernya langsung. 

Langkah ini mencakup optimalisasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), pengaktifan kembali Bank Sampah, serta penerapan sistem biopori untuk mengolah sampah organik.

“Yang penting adalah adanya upaya nyata dari semua pihak, bukan hanya Pemkab atau DLH, tapi juga masyarakat, pasar, dan pelaku usaha. Kita harus mengubah cara pandang, dari sekadar buang sampah ke TPA menjadi bagaimana sampah itu selesai di sumbernya,” jelasnya.

Sebagai contoh, di lingkungan kantor DLH Ponorogo sendiri telah dibuat beberapa lubang biopori. Lubang ini digunakan untuk mengolah sampah organik seperti daun dan sisa makanan agar dapat terurai dan dimanfaatkan kembali sebagai pupuk alami.

Jamus mengakui bahwa perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat menjadi tantangan terbesar dalam upaya ini. 

Banyak orang masih terbiasa membuang sampah sembarangan tanpa memilah antara sampah organik dan anorganik. Padahal, jika kebiasaan memilah dan mengolah sampah ini bisa diterapkan secara luas, beban TPA bisa berkurang drastis.

“Perubahan ini bukan hal mudah karena sudah menyangkut kebiasaan masyarakat. Tapi seperti yang disampaikan Pak Bupati, ini bagian dari merubah peradaban dalam pengelolaan sampah,” kata dia.

Pemkab Ponorogo menegaskan bahwa penutupan TPA Mrican bukan akhir dari upaya pengelolaan sampah, melainkan titik awal untuk membangun sistem baru yang lebih berkelanjutan. 

Pemerintah daerah berencana melibatkan berbagai pihak, mulai dari masyarakat, pelaku usaha, hingga institusi pendidikan untuk ikut berperan aktif.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Ponorogo bisa bertransformasi menuju daerah yang lebih bersih, sehat, dan peduli terhadap lingkungan. 

Penutupan TPA Mrican menjadi momentum penting untuk menata kembali cara masyarakat memandang dan mengelola sampah, bukan sekadar membuang, tetapi juga mengolah dan memanfaatkan kembali demi masa depan yang lebih hijau.


Posting Komentar