Pantangan Bulan Suro yang Berlangsung di Kehidupan Masyarakat, Antara Kearifan Tradisi dan Perspektif Agama
![]() |
Bulan suro (Dok. Ist) |
Jawaupdate.com - Bulan Suro atau Muharram dalam penanggalan Hijriah, dikenal luas oleh masyarakat Jawa sebagai bulan yang penuh kekhusyukan dan misteri. Dalam budaya lokal, bulan ini kerap dianggap sebagai waktu yang sakral, sehingga sejumlah larangan atau pantangan masih dijaga hingga kini. Meski begitu, pandangan Islam memberikan penafsiran berbeda atas bulan ini. Lalu, bagaimana sebaiknya menyikapinya?
Pantangan saat Suro, Dilanggar Menimbulkan Kesialan saat Dilanggat
Masyarakat Jawa memaknai bulan Suro sebagai masa untuk introspeksi, bukan untuk perayaan atau kegiatan besar. Berikut beberapa pantangan bulan Suro yang umum dijumpai:
1. Menghindari Perjalanan Jauh Tanpa Alasan Penting
Banyak yang memilih untuk tetap di rumah selama malam satu Suro, karena dipercaya aura gaib lebih kuat pada malam tersebut. Bepergian pada waktu ini dianggap dapat mendatangkan marabahaya.
2. Tidak Mengadakan Pesta atau Acara Besar
Acara pernikahan, khitanan, hingga hajatan besar lain biasanya ditunda. Ini bukan semata soal kepercayaan mistis, tetapi lebih kepada bentuk penghormatan atas nilai spiritual yang diyakini turun di bulan ini.
3. Menghindari Mimpi Buruk dan Aktivitas Mistis
Beberapa masyarakat percaya bahwa mimpi buruk di bulan ini bisa menjadi pertanda buruk, sehingga sangat dianjurkan untuk menjaga kebersihan jiwa dan pikiran.
4. Menunda Pindahan Rumah atau Pembangunan
Kegiatan besar seperti renovasi rumah, membangun bangunan baru, hingga pindah tempat tinggal biasanya tidak dilakukan. Sebab, diyakini bisa mengundang kesialan atau musibah.
5. Tidak Memotong Rambut atau Kuku di Malam Hari
Secara khusus, malam hari di bulan Suro dianggap sebagai waktu yang kurang baik untuk memotong rambut atau kuku, karena dapat membuka celah gangguan secara jasmani maupun nonjasmani.
6. Menjaga Ucapan dan Perilaku
Tradisi "Tapa Mbisu" yaitu menjaga diri dari berbicara sembarangan atau hal negatif masih dilakukan sebagian masyarakat. Ini dimaksudkan agar pikiran dan ucapan tetap bersih selama bulan suci tersebut.
Pandangan Islam, Rasional dan Moderat
Dalam ajaran Islam sendiri, bulan Muharram termasuk dalam deretan bulan mulia, namun tidak terdapat larangan spesifik untuk melakukan aktivitas seperti pernikahan, pindahan rumah, atau memotong kuku.
Bahkan, pernikahan tetap disarankan bila diniatkan untuk membentuk keluarga yang saleh, sebagaimana disebut dalam QS. An-Nur: 32.
Ulama dan tokoh agama menyebutkan bahwa selama aktivitas tersebut dilakukan dalam koridor syariat, maka tidak perlu khawatir akan mitos atau takhayul yang berkembang.
Meski demikian, Islam juga menghargai adat selama tidak bertentangan dengan akidah, sehingga menghormati budaya lokal bisa tetap dilakukan dengan cara yang bijak.
Pantangan bulan Suro, jika dilihat dari sisi budaya, merupakan wujud kearifan lokal dalam menjaga harmoni dan ketenangan jiwa masyarakat.
Namun secara agama, Islam mendorong rasionalitas dan pelurusan niat agar tak terjebak dalam keyakinan yang menyimpang.
Menghargai tradisi bukan berarti mengabaikan ajaran agama. Justru, jika disikapi dengan bijak, keduanya bisa saling mendukung dalam membentuk masyarakat yang santun, spiritual, dan sekaligus berpikiran terbuka.