JAWA KILAT
Mode Gelap
Artikel teks besar

Kenapa Bulan Suro Dianggap Keramat? Ternyata Hanya karena Hal Ini

Malam suro
Malam suro
(Dok. Ist) 


 Jawaupdate.com - Bulan Suro yang sejatinya adalah padanan bulan Muharram dalam kalender Hijriah mempunyai posisi khusus dalam budaya masyarakat Jawa. Tidak sedikit orang yang menganggap bulan ini penuh aura sakral dan bahkan menyebutnya sebagai bulan keramat. Namun, kenapa bulan Suro dianggap keramat? 

Warisan Budaya dan Spiritualitas Jawa

Pandangan bahwa bulan Suro bersifat keramat tidak lepas dari kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun. 

Dalam budaya Jawa, bulan ini dipandang sebagai waktu yang sarat makna spiritual. Masyarakat meyakini bahwa di bulan ini, energi gaib menjadi lebih kuat dan alam semesta membuka ruang untuk perenungan batin serta pendekatan diri kepada Tuhan

Bukan tanpa dasar, banyak leluhur Jawa menggunakan bulan ini sebagai waktu untuk tirakat, berpuasa, menyepi, atau melakukan ritual spiritual lainnya. 

Ini bukan bertujuan untuk mencari kekuatan gaib, melainkan sebagai bentuk introspeksi, penyucian diri, dan menenangkan batin.

Momentum Sakral dan Sejarah Duka

Bulan Suro juga dianggap sakral karena berkaitan dengan peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah Islam, terutama tragedi Karbala yang terjadi pada 10 Muharram. 

Dalam kejadian itu, cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain, beserta keluarganya, menjadi korban kekejaman di padang Karbala. 

Momen ini dipandang sebagai peristiwa penuh kesedihan dan keteladanan pengorbanan.

Kepercayaan ini kemudian berakulturasi dengan tradisi Jawa, menghasilkan nuansa duka dan kesakralan yang melekat kuat pada bulan Suro. 

Karena itu, masyarakat umumnya menghindari kegiatan bersifat gembira, seperti pesta pernikahan atau perayaan besar, di bulan ini.

Larangan dan Pantangan Sebagai Bentuk Penghormatan

Sebagai bagian dari penghormatan terhadap kesakralan Suro, muncul berbagai pantangan yang diikuti secara turun-temurun. Misalnya, larangan menikah, pindah rumah, atau melakukan renovasi besar di bulan ini. Lestar

Semua itu bukan karena takut akan kesialan semata, melainkan sebagai bentuk menjaga suasana batin yang khusyuk dan tidak gegabah terhadap waktu-waktu yang dianggap penting secara spiritual.

Tradisi dan Ritual yang Tetap Lestari

Di berbagai daerah di Jawa, bulan Suro disambut dengan berbagai tradisi seperti kirab pusaka, tapa bisu di Keraton Yogyakarta dan Solo, serta ritual-ritual leluhur lainnya.

 Semua ini dilakukan dengan penuh kekhidmatan, sebagai simbol permohonan keselamatan dan ketenangan sepanjang tahun yang baru dimulai.

Bulan Suro dianggap keramat bukan hanya karena unsur mistis, tetapi juga karena kandungan nilai spiritual, sejarah, dan budaya yang mendalam. 

Ini adalah waktu untuk menata hati, memperkuat hubungan dengan Tuhan, dan menjaga harmoni dengan semesta. Meski sebagian pantangan tampak tak masuk akal secara logika modern, nilai kearifan lokal di baliknya tetap layak dihormati.

Dengan menghargai bulan Suro secara bijak, kita tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga belajar untuk hidup lebih mawas diri dan seimbang.

Posting Komentar