Kenapa Banyak yang Menikah setelah Idul Adha? Begini Alasannya
![]() |
Penganti (Dok. Ist) |
Jawaupdate.com - Setelah momen Idul Adha, jumlah pasangan yang melangsungkan pernikahan sering kali mengalami peningkatan signifikan di berbagai daerah. Fenomena ini tidak terjadi secara kebetulan.
Kenapa Banyak yang Menikah setelah Idul Adha?
Di balik pilihan waktu tersebut, terdapat sejumlah alasan yang berasal dari latar belakang agama, budaya, hingga pertimbangan praktis yang masuk akal. Berikut alasan kenapa banyak yang menikah setelah idul adha:
1. Dzulhijjah
Idul Adha jatuh pada bulan Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah. Bulan ini termasuk dalam asyhurul hurum—bulan-bulan yang dimuliakan dalam Islam. Di mata sebagian besar umat Muslim, bulan ini dianggap penuh rahmat dan keberkahan, menjadikannya waktu yang tepat untuk memulai kehidupan baru dalam ikatan pernikahan.
Banyak pasangan yang percaya bahwa menggelar akad nikah di bulan ini bisa membawa suasana sakral dan keberkahan spiritual.
Harapannya, rumah tangga yang dibangun pun akan menjadi rumah tangga yang penuh cinta, ketenangan, dan rahmat dari Allah SWT.
2. Kebiasaan Masyarakat dan Tradisi Lokal
Tidak sedikit wilayah di Indonesia yang mencatatkan peningkatan jumlah pernikahan usai Hari Raya Kurban.
Kantor Urusan Agama (KUA) di beberapa daerah bahkan menyebut peningkatannya bisa mencapai 30 persen dibandingkan bulan biasa.
Secara turun-temurun, banyak masyarakat meyakini bahwa waktu setelah pelaksanaan ibadah haji merupakan saat yang baik untuk mengadakan pesta pernikahan. Hal ini menjadi bagian dari tradisi lokal yang menghormati bulan-bulan suci serta merayakan kesucian komitmen pernikahan dalam momen religius.
3. Pertimbangan Praktis dan Ekonomis
Selain alasan spiritual dan budaya, banyak keluarga memilih momen setelah Idul Adha karena pertimbangan kepraktisan.
Perayaan Idul Adha biasanya diiringi dengan libur nasional dan cuti bersama, yang memudahkan keluarga besar untuk berkumpul tanpa harus mengambil cuti tambahan dari pekerjaan atau sekolah.
Beberapa wilayah juga memasuki masa panen setelah Idul Adha, sehingga secara ekonomi lebih siap untuk menyelenggarakan pernikahan. Ditambah lagi, pada periode ini jasa wedding organizer (WO) cenderung tidak terlalu padat, sehingga biaya bisa lebih efisien dan pilihan penyedia jasa lebih leluasa.
4. Makna Simbolik dan Nilai Pengorbanan
Idul Adha adalah perayaan besar umat Islam yang mengandung nilai pengorbanan dan keikhlasan.
Hal ini secara simbolis dianggap sejajar dengan makna pernikahan, di mana kedua belah pihak harus siap berkorban, saling memahami, dan bertanggung jawab satu sama lain.
Meski tidak ada dalil yang mewajibkan atau menyarankan menikah pasca-Idul Adha, kisah historis seperti pernikahan Sayyidah Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib yang disebut terjadi di awal bulan Dzulhijjah, memberi inspirasi kepada masyarakat Muslim untuk mengikuti jejak tersebut.
5. Menghindari Waktu yang Kurang Ideal
Sebagian pasangan juga menunda pernikahan hingga setelah Idul Adha demi menghindari benturan waktu dengan kegiatan keagamaan. Menyelenggarakan pernikahan di hari raya besar seperti Idul Fitri atau saat khutbah Idul Adha berlangsung dianggap kurang sesuai atau malah menyulitkan proses ibadah.
Selain itu, pernikahan setelah Idul Adha juga dianggap sebagai cara untuk menepis berbagai mitos yang beredar di masyarakat seperti larangan menikah di bulan tertentu karena dianggap membawa sial.
Generasi sekarang lebih rasional dan melihat bulan Dzulhijjah sebagai pilihan yang tepat karena bersifat sakral, logis, dan penuh kebaikan.
Pernikahan setelah Idul Adha bukan hanya didasarkan pada tradisi, tetapi juga menyimpan banyak nilai, baik secara spiritual maupun praktis.
Kombinasi dari momentum keberkahan bulan Dzulhijjah, kehadiran keluarga besar, kesiapan ekonomi, hingga nilai pengorbanan menjadikan waktu ini ideal bagi banyak pasangan untuk memulai kehidupan baru.
Maka tak heran jika setelah gema takbir Idul Adha berlalu, banyak undangan pernikahan pun segera menyusul.