JAWA KILAT
Mode Gelap
Artikel teks besar

Jadi Korban Bullying, Anak SMP di Bandar Lampung Dikeluarkan dari Sekolah

Jadi Korban Bullying, Anak SMP di Bandar Lampung Dikeluarkan dari Sekolah
Bocah SMP yang harus putus sekolah karena dibully (Dok. Ist) 


JawaUpdate.com - Potret kelam dunia pendidikan di Indonesia kembali mencuat. Seorang remaja bernama Gina Dwi Sartika, 16 tahun, terpaksa berhenti sekolah karena menjadi korban bullying di sekolahnya, SMP Negeri 13 Bandar Lampung.

Gina sebenarnya bercita-cita menjadi guru, namun mimpi itu harus ia kubur dalam-dalam setelah tekanan dan ejekan dari teman-temannya membuatnya tidak sanggup lagi bertahan di sekolah.

Gina adalah anak kedua dari enam bersaudara. Ia tinggal bersama sang ibu, Misna Megawati (42), seorang pemulung barang bekas yang berjuang seorang diri menghidupi anak-anaknya.

Sejak duduk di kelas 8 pada tahun 2023, Gina mulai menjadi bahan olokan teman-temannya. Mereka sering mengejek dan menghina karena pekerjaan ibunya yang dianggap rendah.

"Saya sering di-bully teman. Mereka menghina orangtua saya pemulung, tukang rongsokan. Akhirnya saya dipulangkan dari sekolah oleh guru," kata Gina

Rumah kontrakan yang mereka tempati sangat sederhana, dindingnya masih bata merah tanpa plester dan atapnya bocor di beberapa bagian. 

Meski demikian, Gina tak tinggal diam. Setiap malam, ia membantu ibunya mencari rongsokan agar bisa bertahan hidup.

Walau sudah dua tahun tidak bersekolah, semangat Gina untuk belajar belum benar-benar padam.

"Kalau bisa sekolah lagi, saya mau rajin. Saya ingin jadi guru atau perawat. Kalau jadi guru, saya bisa ngajarin adik-adik saya. Kalau jadi perawat, saya bisa ngobatin orang," tutur Gina, penuh harap.

Dulu, Gina sempat tinggal bersama bibinya yang menyayanginya seperti anak sendiri dan membantu membiayai sekolahnya. 

Namun pada tahun 2023, sang bibi meninggal dunia akibat kanker payudara. Sejak saat itu, semangat Gina mulai meredup.

Misna sendiri mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pendapatan dari mengumpulkan botol dan kardus bekas nyaris tak cukup untuk membayar kontrakan sebesar Rp300 ribu per bulan.

"Saya sendiri cari makan dari botol dan kardus bekas. Untuk bayar kontrakan Rp300 ribu per bulan saja susah. Anak saya ini harusnya bisa sekolah, jangan kayak saya yang cuma tamat kelas 4 SD," ujarnya lirih

Selain keterbatasan ekonomi, Misna juga menghadapi masalah administrasi. Ia belum memiliki dokumen lengkap seperti akta kelahiran dan kartu keluarga untuk beberapa anaknya. 

Hal ini membuat anak bungsunya yang berusia enam tahun belum bisa masuk sekolah dasar.

Kisah Gina menjadi pengingat bahwa perundungan (bullying) bukan hanya sekadar ejekan biasa. Dampaknya bisa menghancurkan masa depan anak-anak yang sebenarnya memiliki semangat dan potensi besar.

Kasus seperti ini menegaskan bahwa masih banyak pelajar yang kehilangan kesempatan belajar karena lingkungan sekolah yang tidak aman dan kurangnya empati dari sesama.

Posting Komentar