JAWA KILAT
Mode Gelap
Artikel teks besar

Sugiri Sancoko Terjaring OTT KPK, Mitos Bupati Tak Bisa Jabat 2 Kali Tuai Sorotan

Sugiri Sancoko Terjaring OTT KPK, Mitos Bupati Tak Bisa Jabat 2 Kali Tuai Sorotan
Sugiri Sancoko baru saja terjaring OTT KPK (Dok. Ist) 


JawaUpdate.com - Dalam setiap gelaran Pilkada Ponorogo, selalu muncul berbagai cerita dan kepercayaan unik yang berkembang di tengah masyarakat. 

Salah satu yang paling menarik perhatian dalam Pilkada 2024 adalah mitos Etan Kali Kulon Kali serta keyakinan bahwa tidak ada Bupati Ponorogo yang mampu menjabat dua periode berturut-turut.

Kedua mitos ini bukan sekadar obrolan ringan di warung kopi, tetapi sudah menjadi bagian dari sejarah panjang dan budaya politik Ponorogo yang masih diyakini hingga kini. 

Menariknya, dalam Pilkada 2024, dua calon bupati yang bersaing sama-sama pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo.

Asal Usul Istilah Etan Kali dan Kulon Kali

Istilah Etan Kali dan Kulon Kali memiliki akar sejarah yang dalam. Menurut sejarawan sekaligus dosen Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo, Murdianto, kedua istilah tersebut berhubungan erat dengan proses penyatuan beberapa kadipaten di masa lalu.

Kata kali di sini merujuk pada Sungai Sekayu yang mengalir membelah wilayah Ponorogo. Wilayah yang berada di sisi timur sungai dikenal sebagai etan kali, sedangkan sisi barat disebut kulon kali.

Murdianto menjelaskan bahwa pada sekitar tahun 1800-an, Kadipaten Sumoroto yang berada di wilayah kulon kali, bergabung dengan Kabupaten Ponorogo yang berada di etan kali. 

Penyatuan dua wilayah ini kemudian menandai lahirnya pusat pemerintahan baru di kawasan alun-alun Ponorogo yang dikenal hingga sekarang.

Ia menambahkan, pembagian identitas etan kali dan kulon kali juga bukan hal yang hanya terjadi di Ponorogo. Beberapa daerah lain seperti Kediri pun memiliki istilah serupa karena sungai besar kerap menjadi batas alami interaksi antarwarga.

Mitos Pergantian Kekuasaan Etan Kali dan Kulon Kali

Dari penyatuan dua wilayah itu kemudian muncul kepercayaan bahwa jabatan Bupati Ponorogo selalu bergantian antara tokoh yang berasal dari etan kali dan kulon kali.

Faktanya, pola tersebut memang sempat terbukti dalam beberapa periode kepemimpinan.

Pada tahun 2005, Muhadi yang berasal dari Mangkujayan (etan kali) terpilih menjadi Bupati.

Lima tahun kemudian, pada Pilkada 2010, giliran Amin dari Kauman (kulon kali) yang memimpin.

Tahun 2015, kekuasaan kembali ke etan kali lewat Ipong Muchlissoni dari Patihan Wetan.

Namun pada Pilkada 2020, Ipong dikalahkan oleh Sugiri Sancoko yang berasal dari Sampung (kulon kali).

Polanya yang konsisten ini membuat banyak masyarakat semakin percaya pada “ramalan” pergantian antara etan kali dan kulon kali

Kutukan Dua Periode Bupati Ponorogo

Selain mitos Etan Kali Kulon Kali, masyarakat Ponorogo juga mengenal kepercayaan lain: tidak ada bupati yang mampu menjabat selama dua periode berturut-turut.

Sejak era reformasi, belum ada satu pun pemimpin Ponorogo yang berhasil mempertahankan kursinya dalam Pilkada berikutnya:

  • Muhadi Suyono (2005–2010) gagal melanjutkan ke periode kedua.
  • Amin (2010–2015) juga tidak berhasil saat kembali mencalonkan diri.

Hal yang sama dialami oleh Ipong Muchlissoni (2016–2021), yang kalah saat berhadapan dengan Sugiri Sancoko pada Pilkada 2020.

Fenomena berulang ini menumbuhkan anggapan bahwa Ponorogo memiliki “kutukan politik” yang membuat bupati hanya mampu bertahan satu periode.

Sugiri Sancoko di Tengah Dua Mitos

Sugiri Sancoko yang kini memimpin Ponorogo menjadi sosok yang paling disorot dalam Pilkada 2024. 

Selain harus menghadapi persaingan ketat dengan mantan bupati sebelumnya, ia juga berhadapan dengan dua mitos besar yang telah berakar kuat di tengah masyarakat.

Apakah Sugiri mampu mematahkan keyakinan bahwa bupati Ponorogo tak bisa dua periode dan menepis pola pergantian etan kali–kulon kali?Pertanyaan ini sempat menjadi perbincangan hangat menjelang pemungutan suara.

Namun, situasi politik Ponorogo semakin memanas setelah muncul kabar bahwa Sugiri terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait dugaan jual beli jabatan direktur RSUD dr. Harjono. 

Kasus ini tentu menjadi ujian berat bagi citra politiknya sekaligus menambah dimensi baru dalam perdebatan seputar mitos-mitos lama Ponorogo.

Posting Komentar