JAWA KILAT
Mode Gelap
Artikel teks besar

Tambang Nikel di Raja Ampat Dikecam DPR: Kawasan Konservasi Tak Boleh Dieksploitasi

Tambang Nikel di Raja Ampat Dikecam DPR: Kawasan Konservasi Tak Boleh Dieksploitasi
Raja Ampat (Dok. Ist)


JawaUpdate.com - Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menuai kecaman dari anggota DPR RI. Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, menegaskan bahwa tidak ada ruang kompromi untuk kegiatan tambang di kawasan tersebut. 

Menurutnya, Raja Ampat adalah wilayah konservasi yang tidak layak untuk dieksploitasi.

Novita menjelaskan bahwa tambang nikel di Raja Ampat melanggar peraturan dan membahayakan kawasan yang telah diakui UNESCO sebagai Global Geopark, yaitu kawasan dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan penting untuk dilestarikan.

"Raja Ampat bukan kawasan biasa. Ini adalah salah satu surga biodiversitas laut dunia yang sudah diakui UNESCO sebagai Global Geopark. Kawasan ini bukan tempat yang bisa dikompromikan untuk kegiatan pertambangan, jangan rusak kawasan ini hanya demi mengejar hilirisasi nikel," kata Novita dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (4/6).

Saat ini, beberapa pulau kecil di Raja Ampat sudah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel, dan bahkan ada yang sudah beroperasi. 

Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, pulau-pulau kecil seharusnya hanya boleh digunakan untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian, bukan untuk pertambangan.

Novita memperingatkan bahwa kerusakan lingkungan akibat tambang bisa berdampak langsung pada ekonomi masyarakat. 

Jika lingkungan rusak, pendapatan dari pariwisata bisa turun hingga 60 persen. Ini sangat merugikan masyarakat adat yang hidup dari sektor pariwisata dan perikanan.

Data dari Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat mencatat bahwa pada tahun 2024, sektor pariwisata telah menyumbang Rp 150 miliar untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan jumlah wisatawan mencapai 30 ribu orang per tahun. Sebagian besar wisatawan ini berasal dari luar negeri.

Selain merusak lingkungan dan ekonomi lokal, aktivitas tambang juga bisa mencoreng citra Indonesia di mata dunia. 

Oleh karena itu, Novita meminta pemerintah pusat dan daerah untuk segera menghentikan penerbitan izin tambang baru di Raja Ampat dan melakukan audit terhadap izin-izin yang sudah ada.

“Hilirisasi boleh, tapi jangan tempatkan di lokasi yang menjadi wajah Indonesia di mata dunia. Pemerintah pusat dan daerah harus segera menghentikan pemberian izin baru untuk pertambangan di Raja Ampat serta melakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap IUP yang sudah terbit," tutupnya.

Posting Komentar